CLICK HERE FOR THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Kamis, 08 Mei 2008

Bahasa Yang Baik dan Benar, Bagaimana Ya!

“Apa dan bagaimanakah wujud bahasa Indonesia yang baik dan benar itu?".
Bahasa yang Baik Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku. Misalnya, dalam situasi santai dan akrab, seperti di warung kopi, di pasar, di tempat arisan, dan di lapangan sepak bola hendaklah digunakan bahasa Indonesia yang santai dan akrab yang tidak terlalu terikat oleh patokan. Dalam situasi resmi dan formal, seperti dalam kuliah, dalam seminar, dalam sidang DPR, dan dalam pidato kenegaraan hendaklah
digunakan bahasa Indonesia yang resmi dan formal, yang selalu memperhatikan norma bahasa

Bahasa yang Benar

Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan aturan atau kaidah bahas Indoneia yang berlaku. Kaidah bahasa Indonesia itu meliputi kaidah ejaan, kaidah pembentukan kata, kaidah penyusunan kalimat, kaidah penyusunan paragraf, dan kaidah penataan penalaran. Jika kaidah ejaan digunakan dengan cermat, kaidah pembentukan kata ditaati dengan konsisten, pemakaian bahasa Indonesia dikatakan benar. Sebaliknya, jika kaidah-kaidah bahasa itu kurang ditaati, pemakaian bahasa tersebut dianggap
tidak benar/tidak baku.
Oleh karena itu, kaidah yang mengatur pemakaian bahasa itu meliputi kaidah pembentukan kata, pemilihan kata, penyusunan kalimat, pembentukan paragraf, pentaan penalran, serta penrapan ejaan yang disempurnakan.Kaidah-kaidah itu diungkapka lebih lanjut pada bagian lain, dengan dilengkapi contoh yang salah dan contoh yang benar.

Bahasa yang Baik dan Benar

Bahasa Indonesia yang baik dan benar adaah bahasa Indonesia yang digunakan sesusai dengan norma kemasyarakatan yan berlaku dan sesuai dengan
kaidah-kaidah bahasa Indonesia.
Jika bahasa diibaratkan pakaian, kita akan menggunakan pakaian renang pada saat akan berenang di kolam renang sambil membimbing anak-anak belajar berenang. Akan tetapi, tentu kit akan mengenakan pakaian yang disetrika rapi, sepatu yang mengkilat, dan seorang laki-laki mungkin akan menambahkan dasi yang bagus pada saat ia menghadiri suatu pertemuan resmi, pada saat menghadiri pesta perkawinan rekan sejawat, aau pada saat menghadiri sidang DPR.
Akan sangat ganjil bukan, jika pakaian yang disetrika, sepatu mengkilap, dasi, dan sebagainya itu digunakan untuk berenang. Demikian juga kita akan dinilai sebagai orang yang kurang adab jika menghadiri acara dengar pendapat di DPR dengan pakaian renang karena di sana ada ketentuan yang sudah disepakati bahwa siapa pun yang akan menghadiri acara resmi di DPR harus berpakaian rapi. Barangkali kita masih ingat kasus seorang pengusaha sukses, yang oleh petugas protokol ditolak menghadiri acara dengar pendapat di DPR karena pengusaha yang "nyentrik" itu tidak menggunakan pakian rapi.
Kalau contoh itu dianalogikan dengan pemakaian bahasa, betapa ganjilnya percakapan seorang suami dengan istrinya jika berlangsung seperti berikut:
Suami: "Bu, bolehkan Bapak bertanya, apakah Ibu sudah menyiapakan hidangan untuk makan siang hari ini?"
Istri : "Ya tentu saja. Saya sudah masak nasi lengkap dengan sayur kesenanganBapak, dan sekarang silakan Bapak menikmati hidangan itu. Silakan Bapak menikmati hidangan yang sudah disiapkan".
Suami: "Mari Bapak cicipi makanan ini. Oh, menurut hemat Bapak, seandainya Ibu menambahkan sedikit garam ke dalam sayur ini, pasti sayur tersebut akan lebih lezat."
Istri : "Mudah-mudahan pada kesempaan lain Ibudapat membuat sayur yang lebih enak sesuai dnegan saran Bapak."
Sebaliknya, bagaimana pendapat Anda jika seorang mahasiswa (pembicara) bertanya kepada seorang dosen (pendenagar) tentang materi kuliah yang diberikan dosen (objek), pada saat kuliah (waktu), di kampus (tempat), dalam situasi belajar-mengjar (resmi) sebagai berikiut: "Maaf Mas, gue kepengen usul, coba jelasin dulu dong garis besar kuliah kita, apakah sudah sesuai kurikulum universitas kita?"
Kedua contoh rekaan itu dapat dikatakan tidak tepat. Contoh pertama sangat menggelikan karena pada situasi santai digunakan bahasa yang resmi sehingga terasa kaku; kasus kedua juga sagat tidak tepat karena pada situasi formal digunkan kata-kata dialek dan struktur yang tidak baku (ditetak miring) sehingga mirip percakapan di warung kopi. Kedua contohitu tidak baik dan tidak benar karena bahasa yang digunakan tidak seuai dengan situasi pemakaian, lagi pula tidak sesuai dengan kaidah bahasa.
Begitu pula dengan pemakaian lafal daerah, seprti lafal bahasa Jawa, Sunda, Bali, Batak, dan Banjar dalam bahasa Indonesia pada situasi resmi dan formal sebaiknya dikurangi.
Kata memuaskan diucapkan (memusaken); pendidikan yang dilafalkan (pendidi'an) bukan lafal bahasa Indonesia. Kata kakak yang dilafalkan (kakak?); kata mie dilafalkan (me) tidak cocok dengan lafal bahasa Indonesia.
Pemakaian lafal asing sama saja salahnya dengan pemakaian lafal daerah. Ada orang yang sudah terbiasa mengucakan kata logis dan sosiologi menajdi (lohis) dan (sosiolohi). Ada lagi yang melafalkan kata sukses menjadi (sakses); produk menjadi (prodak); dan sebagainya.
Dalam sebuah papan nama tertulis, Dana Proyek ini berasal dari dana yang di himpun dari pajak yang anda bayar, imbuhan di pada kata di himpun ditulis terpisah, padahal seharus serangkai yakni dihimpun. Sapaan anda seharusnya diawali dengan huruf besar; Anda.
Pemakaian kata daripada dalam kalimat, Saya tahu persis daerah ini merupakan basis daripada PKI tidak tepat. Ungkapan basis daripada PKI termasuk ungkapan yang menyatakan milik tidak perlu menggunakan daripada. Begitu juga dalam kepemilikikan yang lain, seperti Pemimpin daripada PLO, ketua dairpada KUD, pintu daripada rumah dan seterusnya.
Dalam bahasa Indonesia daripada digunakan dalam perbandingan, seperti Sikap Pemimpim PLO lebih keras daripada sikap Presiden Mesir dalam menghadapi Israel

0 komentar: