CLICK HERE FOR THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES »

Kamis, 08 Mei 2008

Menulis Efektif dan benar di Surat kabar

Dalam menulis berita, ketepatan pemilihan kata untuk mengungkapkan sebuah gagasan, hal, atau barang, harus diperhatikan
I. Tata Kata

A. Pilihan Kata (Diksi)

Dalam menulis berita, ketepatan pemilihan kata untuk mengungkapkan sebuah gagasan, hal, atau barang, harus diperhatikan. Kata yang tidak tepat dalam konteks kalimat tertentu akan mempunyai makna yang berbeda, yang tidak sesuai dengan maksud penulisnya. Hal ini juga akan menimbulkan salah penafsiran. Perhatikan contoh kalimat berikut.
Kita tahu bahwa mereka yang bekerja di luar negeri itu rentan terhadap perlindungan hukumnya.
Kata rentan memiliki makna mudah terkena penyakit, peka (mudah merasa). Kata tersebut memiliki sifat negatif, misalnya rentan terhadap bahaya kebakaran, rentan terhadap penyakit. Adapun pada kalimat tersebut kata rentan dipasangkan dengan kata perlindungan hukum yang bermakna positif. Dengan demikian, penggunaan kata rentan dalam kalimat tersebut tidak tepat. Perbaikan atas kalimat tersebut adalah sebagai berikut.
Kita tahu bahwa perlindungan hukum bagi mereka yang bekerja di luar negeri itu minim.
Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca, seperti yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis. Untuk mencapai ketepatan pilihan kata, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.
1. Membedakan secara cermat denotasi dari konotasi. Kata denotatif dan konotatif dibedakan berdasarkan maknanya. Kata konotatif memiliki makna tambahan atau nilai rasa. Jika kita dihadapkan pada dua kata yang mempunyai makna mirip, kita harus menetapkan salah satu yang paling tepat untuk mencapai suatu maksud. Kalau hanya pengertian dasar yang diinginkan, kita harus memilih kata denotatif; kalau kita menghendaki reaksi emosional tertentu, kita mempergunakan kata konotatif sesuai dengan sasaran yang akan dicapainya.
2. Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim. Penulis harus berhati-hati memilih kata dari sekian sinonim yang ada untuk menyampaikan apa yang diinginkannya sehingga tidak timbul salah interpretasi.
3. Bedakan kata umum dan kata khusus. Kata khusus lebih tepat menggambarkan sesuatu daripada kata umum.
4. Gunakan kata-kata indria yang menunjukkan persepsi yang khusus.
5. Perhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal.
B. Hindari Pola Sirkumlokusi
Yang dimaksud dengan pola sirkumlokusi adalah definisi yang mengulang kata yang dibatasi atau mengulang gagasan yang sama, yaitu sinonimnya, dalam definiensnya. Contoh: Sebab-sebab peperangan adalah faktor-faktor yang menyebabkan konflik bersenjata. Kata sebab sama maknanya dengan faktor. Dengan demikian, kita tidak keluar dari persoalan yang seharusnya dijelaskan atau dibatasi pengertiannya. Contoh lain: Psikolog adalah seorang yang memiliki profesi dalam bidang psikologi. Dengan batasan itu kita sebenarnya sama sekali tidak memberikan jawaban.
C. Hindari Repetisi yang Tidak Perlu
Perhatikan kalimat berikut.
1. Entah, akankah Masitoh akan kembali sehat dan ceria, seperti dulu.
Ada dua kata akan dalam kalimat tersebut yang sifatnya pengulangan yang tidak perlu. Bila salah satu dihapus, kalimat tersebut tidak akan berubah makna.
Jadi, perbaikan kalimat (1) adalah sebagai berikut.
1a. Entah, akankah Masitoh kembali sehat dan ceria, seperti dulu.
1b. Entah, apakah Masitoh akan kembali sehat dan ceria, seperti dulu.
2. Kerusuhan Mei hanya sebagai titik picu dari kejadian-kejadian yang terjadi di Indonesia.
Perbaikan kalimat (2) adalah sebagai berikut.
2a. Kerusuhan Mei hanya sebagai titik picu dari rentetan kejadian di Indonesia.
2b. Kerusuhan Mei hanya sebagai titik picu dari kejadian-kejadian di Indonesia.
D. Tidak Menggunakan Bahasa Artifisial
Bahasa jurnalistik bukanlah bahasa sastra; bukan bahasa puisi. Dalam jurnalistik yang lebih ditekankan adalah apa yang ditulis, bukan bagaimana seseorang menuliskan sesuatu. Karena itu kita sebaiknya menghindari penggunaan bahasa artifisial. Yang dimaksud bahasa artifisial adalah bahasa yang disusun secara seni. Bahasa yang artifisial tidak terkandung dalam kata yang digunakan, tetapi dalam pemakaiannya untuk menyatakan sesuatu maksud. Fakta dan pernyataan-pernyataan yang sederhana dapat diungkapkan dengan sederhana dan langsung, tak perlu disembunyikan.
Contoh bahasa artifisial:
Saat itu, malam bergerak menuju pagi. Langit baru saja berhenti melepaskan hujannya.
Kalimat tersebut bisa diubah seperti berikut.
Saat itu menjelang pagi, hujan baru saja reda.
Contoh lain:
Ia mendengar kepak sayap kelelawar dan guyuran sisa hujan dari dedaunan, karena angin pada kemuning. Ia mendengar resah kuda serta langkah pedati ketika langit bersih kembali menampakkan bimasakti, yang jauh.
Contoh kalimat di atas bisa diubah sebagai berikut.
Ia mendengar bunyi sayap kelelawar dan sisa hujan yang ditiup angin di daun. Ia mendengar derap kuda dan pedati ketika langit mulai terang.
E. Hindari Ungkapan Usang
Tidak menggunakan ungkapan yang sudah usang, terutama dalam mengungkapkan hal-hal kontemporer.
F. Hindari Bentuk Mubazir
Bentuk yang mubazir atau disebut juga pleonasme, yakni penggunaan kata-kata yang lebih dari yang diperlukan. Bentuk yang mubazir itu, bila dihilangkan salah satu unsurnya, maknanya tetap utuh. Berikut sejumlah contoh pleonasme.
1. Lembaga ini didirikan hanya untuk mengantisipasi kerusuhan Mei saja.
Perbaikan:
1a. Lembaga ini didirikan hanya untuk mengantisipasi kerusuhan Mei.
1b. Lembaga ini didirikan untuk mengantisipasi kerusuhan Mei saja?

2. Banyak orang-orang menunggu bus di tepi jalan.
Perbaikan:
2a. Banyak orang menunggu bus di tepi jalan.
2b. Orang-orang menunggu bus di tepi jalan.

3. Gadis itu sangat cantik sekali.
Perbaikan:
3a. Gadis itu sangat cantik.
3b. Gadis itu cantik sekali.
4. Para hadirin dipersilakan masuk.
Perbaikan:
4a. Hadirin dipersilakan masuk.

5. Pabrik-pabrik yang besar-besar telah dibangun di negara itu.
Perbaikan:
5a. Pabrik yang besar-besar telah dibangun di negara itu.
6. Sejumlah guru-guru dari Cirebon berunjuk rasa di DPR.
Perbaikan:
6a. Sejumlah guru dari Cirebon berunjuk rasa di DPR.

7. Masalah-masalah yang pelik-pelik sudah dibicarakan oleh peserta kongres.
Perbaikan:
7a. Masalah yang pelik-pelik sudah dibicarakan oleh peserta kongres.

8. Tentara dan gerilyawan saling tembak-menembak di tepi hutan.
Perbaikan:
8a. Tentara dan gerilyawan saling menembak di tepi hutan.
8b. Tentara dan gerilyawan tembak-menembak di tepi hutan.
9. Bahasa adalah merupakan sarana komunikasi yang sangat penting.
Perbaikan:
9a. Bahasa adalah sarana komunikasi yang sangat penting.
9b. Bahasa merupakan sarana komunikasi yang sangat penting.

10. Kita harus menjaga kebersihan agar supaya terhindar dari penyakit.
Perbaikan:
10a. Kita harus menjaga kebersihan agar terhindar dari penyakit.
10b. Kita harus menjaga kebersihan supaya terhindar dari penyakit.

11. Semua itu dilakukan demi untuk masa depannya.
Perbaikan:
11a. Semua itu dilakukan demi masa depannya.
11b. Semua itu dilakukan untuk masa depannya.

12. Tarian yang dipentaskan itu adalah tari oleg, yang mengisahkan pertemuan sepasang kumbang di sebuah taman lalu kemudian saling bersukaan.
Perbaikan:
12a. Tarian yang dipentaskan itu adalah tari oleg, yang mengisahkan pertemuan sepasang kumbang di sebuah taman kemudian saling bersukaan.
12b. Tarian yang dipentaskan itu adalah tari oleg, yang mengisahkan pertemuan sepasang kumbang di sebuah taman lalu saling bersukaan.
13. Ini, mungkin, disebabkan karena ia juga sangat menyukai buku karya Pramoedya Ananta Toer, Panggil Aku Kartini Saja.
Perbaikan:
13a. Ini, mungkin, karena ia juga sangat menyukai buku karya Pramoedya Ananta Toer, Panggil Aku Kartini Saja.
G. Perhatikan Kata Baku dan Tidak Baku
Berikut beberapa contoh kata tidak baku yang sering kita temui di media massa.

II. Tata Kalimat

A. Hindari Kesalahan Kalimat "Subyek Berkata Depan"

Perhatikan kalimat di bawah ini.
Meski demikian, anehnya, di kalangan masyarakat secara tidak sadar mengidolakan militer dengan mengenakan atributnya.
Kesalahan pada kalimat di atas berkaitan dengan pengisi fungsi subyek. Subyek yang dimaksud oleh penulis dalam kalimat tersebut adalah frasa di kalangan masyarakat secara tidak sadar. Frasa tersebut tersebut bukan frasa benda, tapi frasa berkata depan yang tidak bisa mengisi fungsi subyek. Perbaikan kalimat tersebut adalah sebagai berikut.

Meski demikian, anehnya, masyarakat secara tidak sadar mengidolakan militer dengan mengenakan atributnya.
B. Hindari Kalimat yang Rancu
Perhatikan kalimat berikut.

Meskipun presiden punya agenda besar soal demiliterisasi politik dan penegakan hak asasi tetapi itu tidak dengan mudah menuntaskan persoalan kekerasan atau militerisme di Indonesia.
Penggunaan pasangan meskipun...tetapi pada kalimat tersebut akan menimbulkan kerancuan pikiran. Kata meskipun menyatakan ‘alahan’, sedangkan kata tetapi menyatakan ‘perlawanan’. Penggabungan kedua kata penghubung itu dalam satu kalimat tentulah menimbulkan hubungan pikiran yang tidak logis. Perbaikan kalimat tersebut adalah sebagai berikut.
Presiden punya agenda besar soal demiliterisasi politik dan penegakan hak asasi tetapi itu tidak dengan mudah menuntaskan persoalan kekerasan atau militerisme di Indonesia.

Meskipun presiden punya agenda besar soal demiliterisasi politik dan penegakan hak asasi, itu tidak dengan mudah menuntaskan persoalan kekerasan atau militerisme di Indonesia.
Contoh lain kalimat yang tidak nalar:
1. Iring-iringan jenazah itu berjalan menuju tempat pemakaman.
1. Minuman ini bisa menghilangkan sariawan, panas dalam, hidung tersumbat dan bibir pecah-pecah.
2. Dokter berusaha keras menyembuhkan penyakit pasiennya walaupun tampaknya usaha itu akan sia-sia.
3. Massa melempari batu rumah itu.
4. Yang sudah selesai mengerjakan soal harap dikumpulkan.
5. Persoalan itu ingin saya selesaikan sekarang juga.
6. Karena sering tidak masuk sekolah, kepala SMA itu terpaksa mengeluarkan siswa tersebut dari sekolahnya.
7. Penyerang andalan Persib Bandung, Sutiono, mengecoh gawang Persebaya yang dijaga M. Afif dan menciptakan gol tunggal untuk timnya.
8. Enam remaja tanggung yang menjadi provokator penyerangan berhasil ditangkap penduduk.
9. Ia juga memastikan, polisi telah menangkap orang yang salah.

Perbaikan:
Ketidaknalaran pada kalimat (1) terletak pada frasa iring-iringan jenazah. Jenazah tidak bisa berjalan beriring-iringan. Tentu yang dimaksud adalah pengantar jenazah atau pelayat. Perbaikannya adalah sebagai berikut.
1a. Iring-iringan pengantar jenazah itu berjalan menuju tempat pemakaman.

Pada kalimat (2) yang dihilangkan ialah sariawan dan panas dalam. Adapun hidung tersumbat dan bibir pecah-pecah bukan untuk dihilangkan, melainkan disembuhkan. Perbaikan kalimat (2) adalah sebagai berikut.
2a. Minuman ini bisa menghilangkan sariawan, panas dalam, dan mengobati hidung tersumbat dan bibir pecah-pecah.
Pada kalimat (3) tentu yang dimaksud oleh penulisnya adalah menyembuhkan pasien, bukan menyembuhkan penyakit, sehingga kalimat tersebut menjadi:
3a. Dokter berusaha keras menyembuhkan pasiennya walaupun tampaknya usaha itu akan sia-sia.
(3b) Dokter berusaha keras membasmi penyakit pasiennya walaupun tampaknya usaha itu akan sia-sia.
Pada kalimat (4) perhatikan frasa melempari batu rumah. Kalau dikatakan melempari batu, yang menjadi obyek kerja melempar itu ialah batu; padahal, bukan itu yang dimaksud. Tentu, yang dimaksud penulis kalimat tersebut adalah rumah yang dilempari batu. Dengan demikian, kalimat tersebut bisa diperbaiki sebagai berikut.
(4a) Massa melempari rumah itu dengan batu.
Kalimat (5) tidak logis dilihat dari pertalian antara makna dan fungsi kelompok kata yang sudah selesai mengerjakan soal sebagai subyek dengan kelompok kata harap dikumpulkan. Sesuai dengan fungsi dan bentuk kalimat yang dilekatinya, yaitu kalimat pasif, maka subyek tersebut adalah subyek penderita atau subyek yang menjadi sasaran perbuatan yang dinyatakan dalam predikatnya. Berdasarkan itu pula, maka yang sudah selesai mengerjakan soal lah yang dikumpulkan. Padahal, yang dimaksudkan adalah pekerjaannyalah yang dikumpulkan. Dengan demikian, maka bentuk kalimat logisnya adalah:
(5a) Yang sudah selesai mengerjakan soal harap mengumpulkan hasil pekerjaannya.
(5b) Pekerjaan yang sudah selesai harap dikumpulkan.
Ketidaklogisan kalimat (6) terletak pada pertalian antara makna dan fungsi kata persoalan itu dan ingin saya selesaikan. Siapakah yang mempunyai keinginan untuk selesai? Persoalan atau saya? Dilihat dari makna leksikalnya, maka saya lah yang mempunyai keinginan, bukan persoalan. Karena itulah, kalimat (6) seharusnya berbunyi:
(6a) Saya ingin menyelesaikan persoalan itu sekarang juga.
(6b) Persoalan itu akan saya selesaikan sekarang juga.
Subyek anak kalimat pada kalimat (7) tidak ada, sementara subyek induk kalimatnya adalah kepala SMA. Jadi, yang sering tidak masuk sekolah dalam kalimat itu adalah kepala SMA. Menurut kaidah bahasa Indonesia, jika dalam anak kalimat tidak terdapat subyek, subyeknya sama dengan subyek induk kalimat. Perbaikan kalimat (7) adalah sebagai berikut.
(7a) Karena sering tidak masuk sekolah, siswa tersebut terpaksa dikeluarkan dari sekolahnya oleh kepala SMA tersebut.
Pada kalimat (8) terdapat kata mengecoh yang artinya ‘menipu’ atau ‘memperdayakan’. Gawang adalah benda mati yang tidak dapat dikecoh. Yang dikecoh oleh Sutiono, penyerang andalan Persib Bandung itu, bukan gawang melainkan penjaga gawangnya, M. Afif. Jadi, kalimat di atas itu harus diubah susunan katanya menjadi:
(8a) Penyerang andalan Persib Bandung, Sutiono, mengecoh penjaga gawang Persebaya, M. Afif, dan menciptakan gol tunggal untuk timnya.
Ketidaklogisan yang terdapat pada kalimat (9) terletak pada pertalian makna enam remaja tanggung yang menjadi provokator penyerangan dengan makna berhasil ditangkap penduduk. Betulkah enam remaja tanggung yang menjadi provokator penyerangan merasa berhasil ditangkap penduduk? Tentu tidak. Tertangkapnya enam remaja tanggung yang menjadi provokator penyerangan tersebut bukanlah suatu keberhasilan bagi enam remaja tanggung, melainkan suatu keberhasilan bagi penduduk yang memang berusaha menangkapnya. Sehubungan dengan itu, maka bentuk kalimat logisnya adalah:
(9a) Penduduk berhasil menangkap enam remaja tanggung yang menjadi provokator penyerangan.
(9b) Enam remaja tanggung yang menjadi provokator penyerangan bisa ditangkap penduduk.
(9c) Enam remaja tanggung yang menjadi provokator penyerangan telah ditangkap penduduk.
Pada kalimat (10), terdapat keterangan orang yang salah yang bisa menimbulkan salah penafsiran. Kalimat tersebut bisa bermakna polisi menangkap orang yang berbuat salah, atau polisi melakukan kesalahan dalam menangkap orang. Jika yang dimaksud adalah polisi yang melakukan kesalahan, kalimat (10) diperbaiki sebagai berikut.
(10a) Ia juga memastikan, polisi telah salah menangkap orang.
(10b) Ia juga memastikan, polisi salah tangkap.
Sumber : Majala Semanggi

Baca Selengkapnya......

Bahasa Yang Baik dan Benar, Bagaimana Ya!

“Apa dan bagaimanakah wujud bahasa Indonesia yang baik dan benar itu?".
Bahasa yang Baik Bahasa Indonesia yang baik adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku. Misalnya, dalam situasi santai dan akrab, seperti di warung kopi, di pasar, di tempat arisan, dan di lapangan sepak bola hendaklah digunakan bahasa Indonesia yang santai dan akrab yang tidak terlalu terikat oleh patokan. Dalam situasi resmi dan formal, seperti dalam kuliah, dalam seminar, dalam sidang DPR, dan dalam pidato kenegaraan hendaklah
digunakan bahasa Indonesia yang resmi dan formal, yang selalu memperhatikan norma bahasa

Bahasa yang Benar

Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan aturan atau kaidah bahas Indoneia yang berlaku. Kaidah bahasa Indonesia itu meliputi kaidah ejaan, kaidah pembentukan kata, kaidah penyusunan kalimat, kaidah penyusunan paragraf, dan kaidah penataan penalaran. Jika kaidah ejaan digunakan dengan cermat, kaidah pembentukan kata ditaati dengan konsisten, pemakaian bahasa Indonesia dikatakan benar. Sebaliknya, jika kaidah-kaidah bahasa itu kurang ditaati, pemakaian bahasa tersebut dianggap
tidak benar/tidak baku.
Oleh karena itu, kaidah yang mengatur pemakaian bahasa itu meliputi kaidah pembentukan kata, pemilihan kata, penyusunan kalimat, pembentukan paragraf, pentaan penalran, serta penrapan ejaan yang disempurnakan.Kaidah-kaidah itu diungkapka lebih lanjut pada bagian lain, dengan dilengkapi contoh yang salah dan contoh yang benar.

Bahasa yang Baik dan Benar

Bahasa Indonesia yang baik dan benar adaah bahasa Indonesia yang digunakan sesusai dengan norma kemasyarakatan yan berlaku dan sesuai dengan
kaidah-kaidah bahasa Indonesia.
Jika bahasa diibaratkan pakaian, kita akan menggunakan pakaian renang pada saat akan berenang di kolam renang sambil membimbing anak-anak belajar berenang. Akan tetapi, tentu kit akan mengenakan pakaian yang disetrika rapi, sepatu yang mengkilat, dan seorang laki-laki mungkin akan menambahkan dasi yang bagus pada saat ia menghadiri suatu pertemuan resmi, pada saat menghadiri pesta perkawinan rekan sejawat, aau pada saat menghadiri sidang DPR.
Akan sangat ganjil bukan, jika pakaian yang disetrika, sepatu mengkilap, dasi, dan sebagainya itu digunakan untuk berenang. Demikian juga kita akan dinilai sebagai orang yang kurang adab jika menghadiri acara dengar pendapat di DPR dengan pakaian renang karena di sana ada ketentuan yang sudah disepakati bahwa siapa pun yang akan menghadiri acara resmi di DPR harus berpakaian rapi. Barangkali kita masih ingat kasus seorang pengusaha sukses, yang oleh petugas protokol ditolak menghadiri acara dengar pendapat di DPR karena pengusaha yang "nyentrik" itu tidak menggunakan pakian rapi.
Kalau contoh itu dianalogikan dengan pemakaian bahasa, betapa ganjilnya percakapan seorang suami dengan istrinya jika berlangsung seperti berikut:
Suami: "Bu, bolehkan Bapak bertanya, apakah Ibu sudah menyiapakan hidangan untuk makan siang hari ini?"
Istri : "Ya tentu saja. Saya sudah masak nasi lengkap dengan sayur kesenanganBapak, dan sekarang silakan Bapak menikmati hidangan itu. Silakan Bapak menikmati hidangan yang sudah disiapkan".
Suami: "Mari Bapak cicipi makanan ini. Oh, menurut hemat Bapak, seandainya Ibu menambahkan sedikit garam ke dalam sayur ini, pasti sayur tersebut akan lebih lezat."
Istri : "Mudah-mudahan pada kesempaan lain Ibudapat membuat sayur yang lebih enak sesuai dnegan saran Bapak."
Sebaliknya, bagaimana pendapat Anda jika seorang mahasiswa (pembicara) bertanya kepada seorang dosen (pendenagar) tentang materi kuliah yang diberikan dosen (objek), pada saat kuliah (waktu), di kampus (tempat), dalam situasi belajar-mengjar (resmi) sebagai berikiut: "Maaf Mas, gue kepengen usul, coba jelasin dulu dong garis besar kuliah kita, apakah sudah sesuai kurikulum universitas kita?"
Kedua contoh rekaan itu dapat dikatakan tidak tepat. Contoh pertama sangat menggelikan karena pada situasi santai digunakan bahasa yang resmi sehingga terasa kaku; kasus kedua juga sagat tidak tepat karena pada situasi formal digunkan kata-kata dialek dan struktur yang tidak baku (ditetak miring) sehingga mirip percakapan di warung kopi. Kedua contohitu tidak baik dan tidak benar karena bahasa yang digunakan tidak seuai dengan situasi pemakaian, lagi pula tidak sesuai dengan kaidah bahasa.
Begitu pula dengan pemakaian lafal daerah, seprti lafal bahasa Jawa, Sunda, Bali, Batak, dan Banjar dalam bahasa Indonesia pada situasi resmi dan formal sebaiknya dikurangi.
Kata memuaskan diucapkan (memusaken); pendidikan yang dilafalkan (pendidi'an) bukan lafal bahasa Indonesia. Kata kakak yang dilafalkan (kakak?); kata mie dilafalkan (me) tidak cocok dengan lafal bahasa Indonesia.
Pemakaian lafal asing sama saja salahnya dengan pemakaian lafal daerah. Ada orang yang sudah terbiasa mengucakan kata logis dan sosiologi menajdi (lohis) dan (sosiolohi). Ada lagi yang melafalkan kata sukses menjadi (sakses); produk menjadi (prodak); dan sebagainya.
Dalam sebuah papan nama tertulis, Dana Proyek ini berasal dari dana yang di himpun dari pajak yang anda bayar, imbuhan di pada kata di himpun ditulis terpisah, padahal seharus serangkai yakni dihimpun. Sapaan anda seharusnya diawali dengan huruf besar; Anda.
Pemakaian kata daripada dalam kalimat, Saya tahu persis daerah ini merupakan basis daripada PKI tidak tepat. Ungkapan basis daripada PKI termasuk ungkapan yang menyatakan milik tidak perlu menggunakan daripada. Begitu juga dalam kepemilikikan yang lain, seperti Pemimpin daripada PLO, ketua dairpada KUD, pintu daripada rumah dan seterusnya.
Dalam bahasa Indonesia daripada digunakan dalam perbandingan, seperti Sikap Pemimpim PLO lebih keras daripada sikap Presiden Mesir dalam menghadapi Israel

Baca Selengkapnya......